Rabu, 10 Oktober 2012

PENGANTAR ADVOKASI (DI UGM)


PENGANTAR ADVOKASI (DI UGM)
Mahaarum Kusuma Pertiwi*
Bissmillahirohmanirohim
Selamat datang bagi teman-teman di dunia advokasi kampus. Advokasi identik dengan kerja keras, perang urat syaraf, segala hal yang bisa jadi memberatkan pikiran dan menimbulkan stres. Advokasi bisa jadi bukanlah tempat mencari kesenangan duniawi. Lalu apa yang membuat kami bertahan di advokasi kampus? Yang pasti, semangat membela kebanaran dan keprihatinan atas ketidakadilan yang mewarnai kampus ini yang membuat kami tetap bertahan di sini.
Berikut ini adalah sedikit pengalaman selama menjalani dunia advokasi kampus di UGM yang akan kami bagi untuk teman-teman.
Apa itu advokasi?

Dalam kamus hukum, kata advokasi adalah kata kerja dari kata benda advocaat (belanda) yang berarti penasehat hukum, pembela perkara atau pengacara. Advokasi sendiri bisa diartikan sebagai proses pembelaan suatu perkara dalam koridor hukum yang berlaku.
Ada beberapa jenis pembedaan advokasi. Yaitu, :
  1. Advokasi litigasi – non litigasi (pengadilan – diluar pengadilan)
  2. Advokasi kasus – non kasus (Kebijakan)
  3. Advokasi Pengorganisasian – Legislasi (Atas – bawah)
  4. Advokasi pemenuhan hak asasi, politik – ekonomi, sosial, budaya
Menilik jenis-jenis tersebut, maka jelas bahwa advokasi bukan hanya pekerjaan yang dilakukan oleh pengacara di dalam pengadilan, lebih dari itu, kegiatan pembelaan (advokasi) pun bisa dilakukan oleh perseorangan/ kelompok dil uar pengadilan.
Mengapa ada Advokasi di UGM?
Gerakan advokasi di UGM lahir dikarenakan keprihatinan mahasiswa melihat semakin menjauhnya UGM dari visi kerakyatannya yang menyebabkan aksesibilitas rakyat untuk menimba ilmu di UGM menjadi terbatas.
Setelah muncul PP no 153 pada tahun 2000 yang merubah status PTN UGM menjadi Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara (PTBHMN), biaya perkuliahan yang menjadi gambaran nyata akses pendidikan semakin melonjak naik. Berikut tabel perbandingan biaya perkuliahan di UGM sejak tahun 2001 sampai dengan tahun 2006 (Untuk program studi eksak)
Tahun
SPP
BOP
SKS maksimal
TOTAL maksimal
2001
500.000
-
-
500.000 + asuransi
2002
500.000
750.000
-
1.250.000+asuransi
2003
500.000
750.000
-
1.250.000 + SPMA + asuransi
2004
500.000
75.000 / sks
18 sks
1.850.000 + SPMA + asuransi
2005
500.000
75.000 / sks
18 sks
1.850.000 + SPMA + asuransi
2006
500.000
75.000 / sks
Full variable (24 sks)
2.300.000 + SPMA + asuransi
Pihak pimpinan universitas mengatakan bahwa kenaikan biaya perkuliahan itu disebabkan anggaran pemerintah untuk UGM berkurang drastis sementara UGM semakin mengejar obsesinya untuk menjadi universitas riset kelas dunia. Untuk itu, pimpinan universitas mencari cara lain untuk memperoleh dana segara, yakni menaikan biaya perkuliahan yang dibebankan kepada mahasiswa.
Pada tahun 2003 dibuka jalur masuk baru ke UGM, yakni Ujian Masuk (UM) yang mengharuskan mahasiswa baru membayar Sumbangan Peningkatan Mutu Akademik (SPMA) yang besarnya bisa mencapai ratusan juta rupiah. Semenjak itu, setiap dua tahun sekali, biaya perkuliahan di UGM mengalami kenaikan yang signifikan.
Lingkup Advokasi Kampus UGM
Tidak hanya masalah dana, perkembangan advokasi di UGM juga mulai bergerak untuk menyikapi kebijakan pimpinan universitas mengenai hal lain, misalnya transparansi RKAT, kebijakan pimpinan universitas, registrasi mahasiswa baru, pemilihan rektor, kegiatan mahasiswa, dll.
Sebagai gerakan baru yang diampu oleh BEM/ DEMA/ LEM/ LM/ HMJ se UGM, advokasi membutuhkan kerjasama jaringan yang kuat. Untuk itu, setiap penyikapan kebijakan dan pembelaan hak-hak civitas akademika yang dilakukan selalu melalui rangkaian koordinasi yang kuat oleh semua elemen yang berkaitan.
Perangkat Advokasi
Advokasi jelas tidak bisa dilakukan sendiri. untuk itu, diperlukan perangkat-perangkat advokasi untuk menunjang kerja pembelaan ini. Perangkat-perangkat itu adalah :
  1. Suporting units. Bisa berupa pengumpulan dan pengolahan logistik, dana, informasi, dan data. Dekat dengan kerja investigasi, pengkajian, dan administrasi.
  2. Ground&Underground. Bisa diartikan sebagai cara untuk membangun opini publik, gerakan penyadaran, mobilisasi masa, dll. Intinya ada yang bergerak di permukaan, dan ada yang bergerak di belakang. Bisa dilakukan dengan bantuan media, dialog, aksi, dll
  3. Frontliner. Dibagi menjadi dua, peran strategis dan peran taktis. Posisinya ada di perunding, pelobi, juru bicara, dll.
Dari ketiga perangkat advokasi ini jelas menunjukan bahwa pembagian dan spesialisasi kerja antar bagian perlu diutamakan. Walaupun demikian, tidak boleh seorang advokat hanya berkutat pada bidangnya tanpa mempunyai keahlian bidang lain. Seorang yang bertugas menjadi frontliner juga harus bisa menjadi suporting units, dan sebaliknya.
Langkah-langkah Advokasi
1. Mendapat kasus, konfirmasi dengan ‘korban’
2. Investigasi data (Ke pelaku, pihak lain)
3. Kajian data (Bisa minta pendapat ahli, hearing, kuesioner, diskusi, dll) dilanjutkan pengambilan sikap
4. Lobbi dan negosiasi dengan pihak terkait (Bisa selesai disini)
5. Bangun opini publik dengan media
6. Aksi (Untuk penekanan)
7. Bawa kasus ke pengadilan (Langkah terkahir, ikuti prosedur hukum acara)
Kasus-kasus advokasi harus dibedakan. Ada kasus persona dan ada kasus general. Untuk kasus persona harus diselesaikan satu-satu, sedangkan untuk kasus general harus diambil persamaan tiap kasus dan selesaikan dengan membawa kepentingan semua pihak (korban).
Etika Advokasi
Dalam mengampu peran-peran advokasi, seorang advokat tidak boleh bertindak sembarangan. Dia harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Bekerja secara profesional, memanajemen konflik
2. Dampingi korban dari awal hingga akhir kasus
3. Menjaga rahasia, nama baik korban, pelapor
4. Bekerja sesuai koridor hukum yang berlaku
5. Tidak menerima suap dalam bentuk apapun
6. Membela kebenaran dan keadilan, khususnya bagi kaum tertindas
Seorang advokat yang tidak bekerja secara profesional, tidak bisa memanajemen konflik, meninggalkan korban ditengah proses kasus, tidak bisa menjaga rahasia dan nama baik korban, tidak bekerja sesuai koridor hukum, menerima suap dan tidak membela kebenaran tentu hanya akan semakin memperparah ketidakadilan di negeri ini.
Idealisme Advokasi
Sebagai seorang advokat kampus, idealisme memang mudah dijaga karena usia dan penjagaan yang baik, namun selepas dari perkuliahan, tentunya idealisme advokasi tetap harus dijaga. Tidak banyak advokat kampus yang selepas dari bangku kuliah masih mau menjadi advokat rakyat yang tidak dibayar. Kebanyakan hal ini disebabkan background ilmu yang berbeda. Namun menjadi apapun profesi selepas kuliah, yang perlu ditekankan adalah idealisme seperti halnya dalam etika advokasi yang harus selalu dijunjung tinggi.
Wallahualam bishowab


* Kepala divisi analisis data dan investigasi departemen Advokasi BEM KM UGM 2007

0 komentar: